Wednesday, February 16, 2022

Tentang Cita dan Angan (2)

Mungkin sedikit menjelaskan mengapa cukup lama saya break dari berbagai media sosial. Saya begitu menikmati hidup. Inget ga waktu pertama kali kita sampe rumah, aku ngoceh terus tanpa henti, nyeritain semua hal yang ada di rumah, nyeritain kebiasaan-kebiasaan, nyeritain kenangan-kenangan, yang mana kamu entah shock entah apa tapi sabar banget dengerin aja cerita-ceritaku. Begitu banyak hal yang ga bisa aku ceritain atau sampaikan ke orang lain, terus ada kamu.

Kita makan-makan bareng, jalan-jalan bareng, nonton bareng.... semua kayak out of the world. Saya sebelumnya memang menikmati kesendirian saya, tapi dunia terasa berada pada level yang berbeda dengan adanya dirimu. Memang manusia hakikatnya tercipta untuk berpasangan. Ada sesuatu dalam diri saya yang terlengkapi.

Menikah di usia matang membuat kami lebih paham dalam menata emosi. Salah paham atau berbeda pendapat tentu saja hal yang wajar, namun tidak sampai membuat kami bertengkar hebat. Pendewasaan memang sangat bermain disini, dengan pahamnya kedua belah pihak akan posisi masing-masing.

Kita yang menjadi lebih sabar. Kita yang menjadi lebih ceria. Kita yang semakin dekat dengan Tuhan. Membuat rutinitas seperti shalat berjamaah, dzikir doa bersama, tadarus bersama menjadi hal rutin yang selalu kita tunggu.

Kemudian, salah satu cita-cita bersama kita akhirnya terwujud. Sebelum menikah, aku pernah tanya ke kamu. Mau punya anak atau enggak? Gimana kalo kita ga bisa punya anak? Dan kamu bilang, untuk punya anak adalah salah satu impianmu, dan itu juga impianku. Kita sama-sama ingin anak pertama laki-laki, agar bisa menjaga adiknya kelak. Dan lagi-lagi semesta mengamini. Tuhan menganugerahkan anak laki-laki dalam rahimmu. Sungguh, itu merupakan salah satu momen paling bahagia dalam hidupku.

Di balik semua hal manis, ada hal besar yang kamu korbankan, yaitu karirmu. Dirimu yang memiliki pendidikan tinggi dan karir yang baik, memilih untuk meninggalkannya demi anak kita. Itu sudah keputusanmu, kamu bilang. Aku tau, cukup lama bagi dirimu untuk benar-benar ikhlas melepas salah satu cita-citamu. Maafkan aku yang sering tidak peka, kurang bisa menghiburmu di saat itu.

Adapun aku yang masih bergulat dengan masalah yang sama. Pergulatan batin mengenai ketakutan-ketakutan yang masih aku rasakan. Maaf aku telah membuatmu sedih. Menikah memang tidak menghilangkan semua masalah kita. Masalah pada diri saya sendiri tentu masih ada. Namun saat itu aku bersyukur, karena aku tidak sendirian. Karena ada dirimu yang menemaniku berjuang melawan diriku sendiri.

Dengan segala yang kita hadapi, bisa dibilang seluruh tujuan hidupku telah ercapai. Aku akan segera menjadi ayah, menjalani hidup yang lebih bermakna dengan istri yang sholihah, keluarga yang alhamdulillah serba tercukupi. Kurang apa lagi? Denganmu, segala tantangan dunia bisa kita hadapi bersama.

Namun, memang kehidupan di dunia ini penuh misteri. Hal-hal yang kita pikir adalah yang terbaik untuk kita, belum tentu selamanya jadi milik kita. Termasuk dirimu dan anak kita.

Semua yang ada pada diriku, pada dunia ini, adalah milik Tuhan. Begitu juga kalian, hal termanis yang pernah datang di hidupku, sudah saatnya untuk kembali mendahuluiku.


Bisa dibilang, sampai saat ini pun saya seperti masih tidak percaya. Terutama apa yang terjadi sebelum ia tidak ada. Saat saya menemani masa-masa akhir ia di dunia. Seperti baru kemarin.

Aku sangat ingin mengenangmu di hari-hari bahagia kita, namun tetap yang terbayang adalah saat-saat dimana dirimu sudah tidak berdaya. Perasaan menyesal, apa saja yang seharusnya bisa aku lakukan, yang mungkin dapat mengubah keadaan saat itu. Begitu banyak hal bodoh yang seharusnya bisa berbeda. Tapi... apakah benar demikian? Apakah misal aku dapat kembali ke waktu itu, nasib kita akan berbeda? Aku pun tidak tau.

Saya pun kembali ke rutinitas sebelum mengenalnya. Kembali lagi bertahan hidup dengan diri sendiri. Seakan baru bangun dari mimpi. Mimpi yang masih terbayang tiap menitnya, tiap detiknya.

Mungkin memang semua butuh proses. Namun aku ingin nanti, saat luka ini dapat kuatasi, yang selalu teringat  pertama kali darimu adalah senyummu, tawamu, pelukanmu.



Tuesday, February 15, 2022

Tentang Cita dan Angan

Saya sebenarnya tidak ingin untuk menceritakan kesedihan. Saya sudah sangat berusaha menjaga agar cukup saya saja, tidak perlu orang lain. Saya tidak mau jadinya mencari perhatian atau ingin dikasihani. Tapi begitu banyak yang terpendam yang menyiksa batin saya. Yang ujung-ujungnya, saya tetap tidak baik-baik saja.

Mungkin kamu di antara orang yang mengenal saya sebagai orang yang tidak ingin menikah, atau orang yang ingin menikah. Keduanya benar. Saya termasuk orang yang sangat tertutup soal perasaan. Asing sekali untuk menyatakan perasaan. Suka atau benci. Saya seringkali berada pada posisi "lebih baik saya sendiri". Karena apa adanya saya ini. Saya yang tidak sempurna. Saya yang tidak utuh.

Pada akhirnya saya memang berusaha untuk mengerjakan semuanya sendiri. Segala aspek saya usahakan untuk tidak tergantung siapapun. Untuk mengurus hidup sendiri, mengambil keputusan sendiri, maupun menyenangkan hidup sendiri. Saya tidak perlu tergantung orang lain untuk hidup senang, saya bisa jalan-jalan sendiri, makan enak sendiri. Mungkin ada juga perasaan takut, takut untuk terlukai, takut tidak memenuhi ekspektasi, takut untuk tidak lagi disukai. "Who needs love? When there is food and internet" become my meme.

Tapi saya ternyata juga manusia biasa. Di saat saya sudah menjadi manusia mandiri, saya merasakan kekosongan. Ada sesuatu yang tidak lengkap. Saya ingin sekali berbagi kehidupan. Waktu itu, saya mulai mempelajari mengenai membangun hubungan. Mengikuti pengajian sampai ikut kursus pra nikah. Itu di saat saya belum ada keinginan bulat untuk menikah. Kemudian saya mencoba membuka hati.

Sulit rasanya membuka hati untuk kehadiran seseorang, di saat saya sudah menjalani hidup seperempat abad sendiri. Rasanya asing. Sudah saya coba untuk mencari, mencoba berkenalan, atau mencoba dikenalkan, tapi hati ini belum siap untuk menerima orang baru. Walaupun dengan pikiran jernih, kurang sempurna apa dia?

Hingga di suatu hari, di saat saya sudah berhenti untuk mencari, ia datang. Sahabat lama saya dari kecil, yang sudah lama sekali tidak tegur sapa, mengenalkan saya dengannya. Sahabat dari sahabat saya. Seseorang yang jauh dari jangkauan pergaulan saya, berbeda suku dan asal daerah, berbeda sekolah dan universitas. Awalnya saya hanya... oke, coba dulu, tidak ada salahnya bukan?

Namun ternyata, banyak hal yang saya cari ada pada dirimu. Saya yang sama sekali belum pernah bertemu denganmu. Mungkin itu yang namanya jodoh? Sesuatu yang bukan melalui nalar, namun terasa di hati. 

Di saat saya tidak sedang mencari, sama sekali tidak memiliki ekspektasi, ia tiba-tiba hadir. Semuanya berlangsung dengan sangat alami, sama sekali tidak sulit seperti yang dulu saya bayangkan. Dan seakan semesta sudah berkehendak, dua hati ini sama-sama merasakan keteguhan dan kemantapan, dan jalannya begitu lancar, halus, tanpa kerikil. Kami pun menikah. Ya, saya sendiri tidak menyangka saya akan menikah. Tapi ternyata semuanya sangat familiar, sangat mudah, dan hati terasa yakin dengan apa yang saya jalani.



Monday, February 14, 2022

Monday

Monday is the most frightening day of the week, since I always waiting for the weekend to come but it slips already in a blink of an eye. Just... what happened in the last two days?

I want to be more productive, like achieve something or what, but I keep messing up.

Just try to treat every day as your best day.

Sunday, February 13, 2022

2022 Resolution

 Not too late to have a new year resolution?

It's been a very long time since I have it written. Actually the last time I remembered, almost all of the things I mentioned come true! Wow. So, let's begin.

I want to be more intellectual. Have better English, as my writing and speaking skill is still far below professional standard. Read more books, finishing all of my bookshelves on kindle. Learn modern skills. More organized life. Have good habits. Can overcome my fear. Not procrastinate.

And the last thing, I want to be happy for who I am and what I have.