Saya sebenarnya tidak ingin untuk menceritakan kesedihan. Saya sudah sangat berusaha menjaga agar cukup saya saja, tidak perlu orang lain. Saya tidak mau jadinya mencari perhatian atau ingin dikasihani. Tapi begitu banyak yang terpendam yang menyiksa batin saya. Yang ujung-ujungnya, saya tetap tidak baik-baik saja.
Mungkin kamu di antara orang yang mengenal saya sebagai orang yang tidak ingin menikah, atau orang yang ingin menikah. Keduanya benar. Saya termasuk orang yang sangat tertutup soal perasaan. Asing sekali untuk menyatakan perasaan. Suka atau benci. Saya seringkali berada pada posisi "lebih baik saya sendiri". Karena apa adanya saya ini. Saya yang tidak sempurna. Saya yang tidak utuh.
Pada akhirnya saya memang berusaha untuk mengerjakan semuanya sendiri. Segala aspek saya usahakan untuk tidak tergantung siapapun. Untuk mengurus hidup sendiri, mengambil keputusan sendiri, maupun menyenangkan hidup sendiri. Saya tidak perlu tergantung orang lain untuk hidup senang, saya bisa jalan-jalan sendiri, makan enak sendiri. Mungkin ada juga perasaan takut, takut untuk terlukai, takut tidak memenuhi ekspektasi, takut untuk tidak lagi disukai. "Who needs love? When there is food and internet" become my meme.
Tapi saya ternyata juga manusia biasa. Di saat saya sudah menjadi manusia mandiri, saya merasakan kekosongan. Ada sesuatu yang tidak lengkap. Saya ingin sekali berbagi kehidupan. Waktu itu, saya mulai mempelajari mengenai membangun hubungan. Mengikuti pengajian sampai ikut kursus pra nikah. Itu di saat saya belum ada keinginan bulat untuk menikah. Kemudian saya mencoba membuka hati.
Sulit rasanya membuka hati untuk kehadiran seseorang, di saat saya sudah menjalani hidup seperempat abad sendiri. Rasanya asing. Sudah saya coba untuk mencari, mencoba berkenalan, atau mencoba dikenalkan, tapi hati ini belum siap untuk menerima orang baru. Walaupun dengan pikiran jernih, kurang sempurna apa dia?
Hingga di suatu hari, di saat saya sudah berhenti untuk mencari, ia datang. Sahabat lama saya dari kecil, yang sudah lama sekali tidak tegur sapa, mengenalkan saya dengannya. Sahabat dari sahabat saya. Seseorang yang jauh dari jangkauan pergaulan saya, berbeda suku dan asal daerah, berbeda sekolah dan universitas. Awalnya saya hanya... oke, coba dulu, tidak ada salahnya bukan?
Namun ternyata, banyak hal yang saya cari ada pada dirimu. Saya yang sama sekali belum pernah bertemu denganmu. Mungkin itu yang namanya jodoh? Sesuatu yang bukan melalui nalar, namun terasa di hati.
Di saat saya tidak sedang mencari, sama sekali tidak memiliki ekspektasi, ia tiba-tiba hadir. Semuanya berlangsung dengan sangat alami, sama sekali tidak sulit seperti yang dulu saya bayangkan. Dan seakan semesta sudah berkehendak, dua hati ini sama-sama merasakan keteguhan dan kemantapan, dan jalannya begitu lancar, halus, tanpa kerikil. Kami pun menikah. Ya, saya sendiri tidak menyangka saya akan menikah. Tapi ternyata semuanya sangat familiar, sangat mudah, dan hati terasa yakin dengan apa yang saya jalani.
No comments:
Post a Comment