Insting saya adalah berusaha menghadapi semuanya sendiri dan tidak memiliki dorongan untuk minta tolong kepada orang lain. Pernah berakibat fatal, sampai sekarang saya pun masih belum bisa memaafkan diri saya sendiri.
Kehilangan kepercayaan pada orang lain, baik itu rekan, teman, atau keluarga, merupakan akumulasi atas banyak hal yang terjadi pada hidup saya. Dan trauma besar yang terakhir terjadi pun malah mengamplifikasi perasaan ini.
Kalau diingat dengan seksama, sebenarnya banyak sekali yang membantu saya saat itu. Namun semua terasa gamang. Mungkin karena semua yang dilakukan orang-orang tidak dapat mengubah sedikitpun kondisi saat itu.
Yang tidak pernah bisa saya lupakan, saat-saat dimana kami berjuang berdua, kemudian menjadi tertinggal saya sendiri. Saya kembali ke rumah di posisi semua yang terjadi terakhir kali. Kekacauan saat itu. Barang-barang yang berserakan. Menghadapi rumah dengan segala kenangan di tiap sudutnya. Semua saya lakukan sendiri, seorang diri. Perasaan yang saat itu saya juga masih bingung apa itu.
Kemudian, saya menjadi terlalu akrab dengan kesendirian. Justru saat ada yang memberi perhatian atau mau menemani, saya malah defensif, terganggu, tidak nyaman, saya lebih ingin sendiri.
Mungkin saya sudah banyak dibenci orang. Saya yang berat sekali untuk membalas chat, angkat telepon, merespon perhatian-perhatian dari orang lain. Maafkan saya.
....
Saya masih suka bertanya-tanya. Mengapa hal-hal negatif yang saya miliki sebelumnya, yang dengan kehadirannya sudah jauh berkurang, teratasi atau hilang sama sekali, namun dia dipanggil dan hal-hal negatif yang sebelumnya muncul kembali dan malah menjadi semakin besar. Apakah mungkin, memang seharusnya saya hadapi dan selesaikan dari awal, sebelum bertemu dengannya? Atau, pertemuan kami bertujuan untuk menekankan hal-hal tersebut memang ada pada diri saya, bahwa memang itulah saya?
.....
Untuk menghadapi diri saya. Melawan, sekaligus menerima.