Saya igin membahas topik ini dari sisi saya, karena saya sendiri orang yang menginginkan memiliki anak, tapi saya juga setuju untuk tidak punya anak.
_______
Sebelum menikah, saya dan istri sudah menyamakan pandangan terhadap ini. Saya menanyakan kepadanya, apakah mau punya anak? Dia menjawab iya, dan menginginkan segera memiliki anak setelah kami menikah. Saya pun begitu, saya telah lama menginginkan kehadiran anak, ingin mendidiknya, memberi kasih sayang dan perhatian agar ia tumbuh menjadi manusia yang lebih baik dari kedua orang tuanya.
Masih ingat saat itu, setiap mendekati waktunya istri saya datang bulan kami semakin deg-degan, apakah dapat? apakah belum? sekali, dua kali, dan di bulan ketiga kami menikah, istri saya hamil. Alhamdulillah, kami sangat bersyukur atas kehadiran calon anak kami dalam kandungan istri saya.
Begitu besar perhatian kami, dari gizi yang kami siapkan, dokter, rumah sakit, dan biaya persalinan, sampai sekolah anak kami kelak. Nama anak kami sudah kami siapkan bahkan dari bulan pertama kehamilan istri saya, sampai TK, SD, dan tabungan biaya sekolah sudah kami siapkan.
Namun jalan takdir kita, Tuhan yang menentukan. Saya kehilangan istri dan anak kami.
______
Setelah kepergian mereka, saya tidak memiliki keinginan lagi untuk menikah dan memiliki anak lagi. Saya memutuskan untuk mempersiapkan hidup saya tanpa anak.
Dari niat kita untuk memiliki anak, untuk apa? Agar kita tidak kesepian di usia tua kita? Agar ada yang mengurus di saat kita tidak sehat lagi? Agar ada yang menjamin kehidupan tua kita? Wah, begitu egoisnya kita ya.
Punya anak itu sesuatu yang sepenuhnya kita sadari dan bisa kita rencanakan. Punya anak itu bukan... surprise, ga ada angin ga ada hujan tiba2 ada aja. Enggak, punya anak itu ada proses dan decision making di dalamnya. Punya anak itu ya dari unprotected sex. Kalau ingin punya anak, ya dilakukan, kalau tidak punya anak, jangan dilakukan. Kalau sudah diusahakan tapi tidak dapat, ya memang bukan rezeki kita. Kita hanya bisa menjalankan hidup yang sudah ditentukan Tuhan, bukan?
Usia manusia tidak ada yang tahu. Apakah kita begitu yakinnya akan takdir Tuhan, sehingga kita dapat memastikan usia anak kita melebihi kita? Mereka lebih sehat dari kita? Pun apabila usia mereka lebih panjang dari kita, apakah kita tega mereka mengorbankan masa depan dan cita-cita mereka demi mengurusi kita? Wah, kalau saya sih ga tega.
Kalaupun anak saya masih hidup, saya tidak akan membebankan apapun padanya. Mau jadi apapun ia, saya dukung. Hidup pasti ada naik dan turunnya, untuk mencapai sesuatu pasti kita akan menemui kesulitan dan kegagalan, dan itu proses. Kesalahan dalam menentukan pilihan hidup juga proses, dan dari situ ia bisa belajar dan menjadi manusia seutuhnya. Kehidupan ia, saya hanya bisa sebatas memberikan dukungan fasilitas. Mau hidup jadi apapun dan dimanapun, silahkan. Sedangkan untuk diri saya, saya yang akan mengusahakan hidup saya sendiri sampai mati.
Mempersiapkan kehidupan kita nantinya adalah tanggung jawab kita, bukan anak kita. Saya tidak akan memberikan tanggung jawab itu pada siapapapun, tidak pada pasangan, tidak pada anak, tidak pada orang tua, tidak pada saudara, tidak pada keponakan dan kerabat, tidak pada teman. Tidak pada siapapun. Saya menjaga kesehatan dari usia muda, demi kesehatan saya nantinya. Saya menjaga pengeluaran, menabung, mempersiapkan dana untuk masa tua saya. Saya yang akan membayar jika nantinya saya sudah renta dan tidak sanggup menjalankan semua sendiri sehingga butuh bantuan orang lain. Panti jompo saya yang siapkan. Helper ada dengan bayaran dari saya. Fasilitas kesehatan ada dari asuransi yang saya bayarkan. Pemakaman dan segala layanannya pun harus saya sendiri yang mengusahakan dengan menyiapkan sebelumnya. Dimanapun kita hidup, disana kita yang berjuang.
Saya harap, anda ingin memiliki anak untuk kepentingan anak anda, bukan untuk kepentingan anda dan pasangan. Please, kalau ingin punya anak karena kesepian atau takut kesepian di masa tua, sadarilah bahwa lambat laun anak anda akan meninggalkan anda, dan mereka juga punya hak untuk mengejar kebahagiannya dimanapun mereka inginkan, bahkan di tempat yang jauh sekalipun, yang tidak memungkinkan kalian untuk sering-sering bercengkerama dan bersua.
Kalau pun tidak ingin memiliki anak, itu hak anda, keputusan anda. Mau memberikan opini dimanapun, dengan cara halus ataupun kasar, itu hak anda. Hak kita juga untuk tersulut emosi ataupun tidak menggubris. Hidup sudah sulit, mengapa kita persulit sendiri?