Mungkin sedikit menjelaskan mengapa cukup lama saya break dari berbagai media sosial. Saya begitu menikmati hidup. Inget ga waktu pertama kali kita sampe rumah, aku ngoceh terus tanpa henti, nyeritain semua hal yang ada di rumah, nyeritain kebiasaan-kebiasaan, nyeritain kenangan-kenangan, yang mana kamu entah shock entah apa tapi sabar banget dengerin aja cerita-ceritaku. Begitu banyak hal yang ga bisa aku ceritain atau sampaikan ke orang lain, terus ada kamu.
Kita makan-makan bareng, jalan-jalan bareng, nonton bareng.... semua kayak out of the world. Saya sebelumnya memang menikmati kesendirian saya, tapi dunia terasa berada pada level yang berbeda dengan adanya dirimu. Memang manusia hakikatnya tercipta untuk berpasangan. Ada sesuatu dalam diri saya yang terlengkapi.
Menikah di usia matang membuat kami lebih paham dalam menata emosi. Salah paham atau berbeda pendapat tentu saja hal yang wajar, namun tidak sampai membuat kami bertengkar hebat. Pendewasaan memang sangat bermain disini, dengan pahamnya kedua belah pihak akan posisi masing-masing.
Kita yang menjadi lebih sabar. Kita yang menjadi lebih ceria. Kita yang semakin dekat dengan Tuhan. Membuat rutinitas seperti shalat berjamaah, dzikir doa bersama, tadarus bersama menjadi hal rutin yang selalu kita tunggu.
Kemudian, salah satu cita-cita bersama kita akhirnya terwujud. Sebelum menikah, aku pernah tanya ke kamu. Mau punya anak atau enggak? Gimana kalo kita ga bisa punya anak? Dan kamu bilang, untuk punya anak adalah salah satu impianmu, dan itu juga impianku. Kita sama-sama ingin anak pertama laki-laki, agar bisa menjaga adiknya kelak. Dan lagi-lagi semesta mengamini. Tuhan menganugerahkan anak laki-laki dalam rahimmu. Sungguh, itu merupakan salah satu momen paling bahagia dalam hidupku.
Di balik semua hal manis, ada hal besar yang kamu korbankan, yaitu karirmu. Dirimu yang memiliki pendidikan tinggi dan karir yang baik, memilih untuk meninggalkannya demi anak kita. Itu sudah keputusanmu, kamu bilang. Aku tau, cukup lama bagi dirimu untuk benar-benar ikhlas melepas salah satu cita-citamu. Maafkan aku yang sering tidak peka, kurang bisa menghiburmu di saat itu.
Adapun aku yang masih bergulat dengan masalah yang sama. Pergulatan batin mengenai ketakutan-ketakutan yang masih aku rasakan. Maaf aku telah membuatmu sedih. Menikah memang tidak menghilangkan semua masalah kita. Masalah pada diri saya sendiri tentu masih ada. Namun saat itu aku bersyukur, karena aku tidak sendirian. Karena ada dirimu yang menemaniku berjuang melawan diriku sendiri.
Dengan segala yang kita hadapi, bisa dibilang seluruh tujuan hidupku telah ercapai. Aku akan segera menjadi ayah, menjalani hidup yang lebih bermakna dengan istri yang sholihah, keluarga yang alhamdulillah serba tercukupi. Kurang apa lagi? Denganmu, segala tantangan dunia bisa kita hadapi bersama.
Namun, memang kehidupan di dunia ini penuh misteri. Hal-hal yang kita pikir adalah yang terbaik untuk kita, belum tentu selamanya jadi milik kita. Termasuk dirimu dan anak kita.
Semua yang ada pada diriku, pada dunia ini, adalah milik Tuhan. Begitu juga kalian, hal termanis yang pernah datang di hidupku, sudah saatnya untuk kembali mendahuluiku.
Bisa dibilang, sampai saat ini pun saya seperti masih tidak percaya. Terutama apa yang terjadi sebelum ia tidak ada. Saat saya menemani masa-masa akhir ia di dunia. Seperti baru kemarin.
Aku sangat ingin mengenangmu di hari-hari bahagia kita, namun tetap yang terbayang adalah saat-saat dimana dirimu sudah tidak berdaya. Perasaan menyesal, apa saja yang seharusnya bisa aku lakukan, yang mungkin dapat mengubah keadaan saat itu. Begitu banyak hal bodoh yang seharusnya bisa berbeda. Tapi... apakah benar demikian? Apakah misal aku dapat kembali ke waktu itu, nasib kita akan berbeda? Aku pun tidak tau.
Saya pun kembali ke rutinitas sebelum mengenalnya. Kembali lagi bertahan hidup dengan diri sendiri. Seakan baru bangun dari mimpi. Mimpi yang masih terbayang tiap menitnya, tiap detiknya.
Mungkin memang semua butuh proses. Namun aku ingin nanti, saat luka ini dapat kuatasi, yang selalu teringat pertama kali darimu adalah senyummu, tawamu, pelukanmu.